
Kurikulum sekolah mulai dari tingkat paling rendah hingga pada paling tinggi mengalokasikan untuk pembinaan moral antara lain pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama. Pendidikan kewarganegaraanlah yang menjadi ujung tombak pembentuk penanaman nilai dan norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya pada anak didik mereka. Namun dewasa ini usaha yang positif ini belum mampu menanamkan nilai dan norma pada siswa saat ini, aktualisasi nilai dan norma disekolah belum begitu tampak, ditambah lagi belum adanya pendidikan karakter atau pendidikan nilai yang seharusnya akan lebih mengacu pada penekanan nilai dan norma yang tertuang dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang selama ini diajarkan disekolah.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat yang menyatakan oleh Akhmad Sudrajat yaitu: Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. (Akhmad Sudrajat, 2010: 3) Hal ini belum bisa menjadi bukti apakah pembelajaran yang diberikan disekolah belum berhasil dengan baik. Menurut Starawaji (2009: 1) mengemukakan bahwa : Pembelajaran berasal dari kata belajar,yang memiliki arti yaitu aktivitas perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud itu nyata memilki arti yang sangat laus yaitu perubahan tingkah laku dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.
Dari beberapa sumber yang didapat terlihat di lapangan tata tertib disekolah yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung sanksi atau hukuman terhadap yang melanggarnya pada kenyataan sehari-hari masih banyak ditemukan para pelajar yang melanggar tata tertib sekolah, masih adanya sejumlah penyimpangan-penyimpangan yang masih terjadi didalam sekolah yang dilakukan oleh para siswa di SMKN 1 Bojongsari, misalnya Berkelahi di dalam sekolah dengan teman antar kelas, membawa barang yang seharusnya tidak dibawa ke sekolah, membolos saat jam pelajaran berlangsung.
Kenakalan remaja tersebut terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri, minum-minuman keras. (Masngudin, 2004: 2) Dari data tersebut terdapat kegagalan keefektifan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Belajar yang efektif, selain berdasarkan prinsip filosofis, juga harus didasarkan pada temuan empiris studi penelitian berfokus pada sekolah. Efektivitas adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumberdaya dalam usahanya. Efektivitas pendidikan pada umumnya dapat dilihat berdasarkan teori sistem dan dimensi waktu. Menurut Mulyasa (2002: 82-85) ada empat indikator untuk mengukur efektivitas yaitu: “Indikator Input, Indikator Proses, indikator Output, Indikator outcame”. Indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Indikator input; meliputi karakteristik guru,fasilitas,perlengkapan,dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen. 2. Indikator proses; meliputi perilaku adsministratif,alokasi waktu guru dan alokasi waktu peserta didik. 3. Indikator output; meliputi hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik dan dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang berhubungan dengan prestasi belajar dan hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap,serta hasil-hasil yang berhubungan dengan keadilan dan kesamaan. 4. Indikator outcome; meliputi jumlah lulusan ke tingkat pendidikan berikutnya,prestasi belajardisekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta pendapatan.
Faktor-faktor yang dikaitkan dengan efektivitas baik efektivitas antar bidang-hasil maupun efektivitas didalam subyek tertentu. James. L Murseli dalam Prof. I.P Simanjuntak M.A (1975: 1) menyatakan: Suatu pengajaran dikatakan berhasil baik jika pengajaran tersebut membangkitkan proses belajar yang efektif. Bukan hanya pada cara mengajar ataupun metode yang digunakan, namun lebih pada hasil atau pencapaian akhir tujuan pembelajaran atau indikator yaitu hasil yang dapat bertahan lama dan dapat dipergunakan dalam kehidupannya.
Pendidikan kewarganegaraan seharusnya tidak hanya semata-mata mengajarkan pasal-pasal UUD tetapi hendaknya pelajaran tersebut harus mencerminkan hubungan tingkah laku yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam pancasila dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Ini merupakan tantangan bagi guru pendidikan kewarganegaraan apalagi dilatarbelakangi dengan sifat dan pemahaman murid yang berbeda. Ratna Megawangi (2007: 79) menyatakan bahwa: Salah satu penyebab utama kegagalan tersebut karena sistem pendidikan di Indonesia belum mempunyai kurikulum pendidikan karakter, tetapi yang ada hanya mata pelajaran tentang pengetahuan karakter (moral) yang tertuang didalam pelajaran agama, kewarganegaraan dan Pancasila Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu melainkan dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari. (Sabar Budi Raharjo, 2003: 229- 238). Suatu pengajaran dikatakan berhasil baik jika pengajaran tersebut membangkitkan proses belajar yang efektif.
Bukan hanya pada cara mengajar ataupun metode yang digunakan, namun lebih pada hasil atau pencapaian akhir tujuan pembelajaran atau indikator yaitu hasil yang dapat bertahan lama dan dapat dipergunakan dalam kehidupannya. Tujuan akhir pendidikan pada umumnya dan disekolah pada khususnya, ialah pembentukan kepribadian anak didik. Hasil pengajaran berdasarkan mata pelajaran itu hanya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi mata pelajaran itu merupakan alat yang essensial dan alat yang khas yang digunakan oleh sekolah dan guru, untuk tujuan utama yakni membentuk kepribadian manusia. Efektif tidaknya suatu pembelajaran dapat diukur dengan indikator efektivitas, salah satu indikator efektivitas adalah indikator output, yaitu mencakup hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap atau tujuan pembelajaran dapat tercapai semaksimal mungkin
Oleh: Siti Nur Khasanah, S.Pd.
150 total views, 5 views today
Tinggalkan Balasan